Saturday, June 16, 2007

Ronggo Warsito = Nostrademus ?

Entry for June 13, 2007 magnify

JONGKO JOYO BOYO

(Ronggowarsito)

Iki sing dadi tandane zaman kolobendu, Lindu ping pitu sedino

Lemah bengkah, Manungsa pating galuruh, akeh kang nandang lara

Pagebluk rupo-rupo, Mung setitik sing mari akeh-akehe pada mati

Zaman kalabendu iku wiwit yen, Wis ana kreto mlaku tampo jaran

Tanah jawa kalungan wesi, Prau mlaku ing nduwur awang-awang

Kali ilang kedunge, Pasar ilang kumandange

Wong nemoni wolak-walik ing zaman, Jaran doyan sambel

Wong wadon menganggo lanang

Zaman kalabendu iku koyo-koyo zaman kasukan, zaman kanikmatan donya, nanging zaman iku sabenere zaman ajur lan bubrahing donya. Mulane akeh bapak lali anak

Akeh anak wani ngalawan ibu lan nantang bapak Sedulur pada cidro cinidro

Wong wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang kaprawirane

Akeh wong lanang ora duwe bojo, Akeh wong wadon ora setia karo bojone

Akeh ibu pada ngedol anake, Akeh wong wadon ngedol awakke

Akeh wong ijol bojo, Akeh udan salah mongso

Akeh prawan tuwo, Akeh rondo ngalairake anak

Akeh jabang bayi nggoleki bapake Wong wodan ngalamar wong lanang

Wong lanang ngasorake, drajate dewe, Akeh bocah kowar, Rondo murah regane

Rondo ajine mung sak sen loro, Prawan rong sen loro, Dudo pincang payu sangang wong

Zamane zaman edan

Wong wadon nunggang jaran, Wong lanang lungguh plengki, Wong bener tenger-tenger

Wong salah bungah-bungah, Wong apik ditapik-tampik, Wong bejat munggah pangkat

Akeh ndandhang diunekake kuntul, Wong salah dianggap bener

Wong lugu kebelenggu, Wong mulyo dikunjara, Sing culika mulya, sing jujur kojur

Para laku dagang akeh sing keplanggrang, Wong main akeh sing ndadi

Linak lijo linggo lica, lali anak lali bojo, lali tangga lali konco

Duwit lan kringet mug dadi wolak-walik kertu, Kertu gede dibukake, ngguyu pating cekakak

Ning mulih main kantonge kempes, Krugu bojo lan anak nangis ora di rewes

Abote koyo ngopo sa bisa-bisane aja nganti wong kelut, keliring zaman kalabendu iku.

Amargo zaman iku bakal sirno lan gantine joiku zaman ratu adil, zaman kamulyan.

Mula sing tatag, sing tabah, sing kukuh, jo kepranan ombyaking zaman.

Entenana zamanne kamulyan zamaning ratu adil.

(naskah asli)

Kenangan Terindah

Once a close friend, read his poetry to me, he said, " This is a special gift to you for my respect and salute for your "long finding road" fights.

KENANGAN INDAH
Terkenang ketika aku masih tinggal di desa
Bermain bahagia di sawah bersama teman-temanku
Sepulang kembali dari sawah
Segera berlari menuju ke danau itu
Berenang melepas lelah sampai bosan
Ketika sang surya telah menuju kebesarannya
Sang Maharaja sedang marah mem kulit
Semua tak terasa karena sejuknya warisan leluhurku
Danau itu menghilangkan semua letih lesu kami

Teringat lagi romantika waktu kecil dulu
Ketika masih tinggal disana
Teringat lagi memori tentang temanku disana

Ketika Sang Dewi Malam sedang tersenyum
Anak muda bernyanyi dan tertawa dengan senangnya
Jejaka dan para gadis berbaur
menentukan suara demi sebuah gita
Mensyukuri hadiah sang dewi

Sungguh salahsatu waktu terindah yang pernah ada
Terima kasih atas masa-masa itu
Tak akan pernah hilang dari kalbu
Walau sejuta kekalahantelah didepan mata
Sekali lagi terima kasih banyak
Kepada siapa pun atas atas masa indah itu

HANDELSVERENIGING AMSTERDAM

GERAKAN ETNIS CINA di SURABAYA MELAWAN HANDELSVERENIGING AMSTERDAM

(Naskah ini disadur ulang seperti yang diumumkan dalam surat kabar mingguan

Sunda Berita” no. 16, Th. II,19 Juni 1904, hlm 2-3 sesuai dengan judul aslinya :

Gerakan Bangsa Cina di Surabaya memusuh Handelsverening Amsterdam)

Raden Mas Tirto Adhi Soeryo


Pembaca barangkali sudah tahu tentu tentang lelucon di Surabaya, sehingga penulis tidak perlu bercerita lebih panjang. Pada tahun 1902 beberapa saudagar Cina yang muak dan anti dengan Handelsverening Amsterdam1 (HA) melakukan perlawanan yang disebabkan beberapa hal. Dibawah pimpinan Cho Sik Giok dan Cho Cie An, mereka sepakat untuk melakukan tindakan perlawanan terhadap HA, yaitu melakukan boikot terhadap semua transaksi perdagangan dengan badan dagang kolonial tersebut. Hasil pertemuan ini segera mendapat dukungan sebanyak 80 suara pedagang dari etnis Cina yang segera dikukuhkan perjanjian didepan notaris.

Pada koran mingguan Het Weekblad Voor Indie, dikabarkan bahwa tindakan itu mendapat sambutan hangat dari badan-badan dagang sejenis seperti HA dibenua Eropa, karena dapat menyingkirkan saingan terberatnya. Segera berita ini menjadi pembicaraan hangat yang gaungnya sampai ke daratan Eropa. HA melakukan tindakan preventif agar para pedagang tersebut dapat mencabut aksi boikot mereka, karena akan menyebabkan kerugian yang sangat besar.

HA meminta bantuan beberapa bank menjadi juru damai. Bank-bank tersebut lantas mengirimkan surat kepada kaum pemboikot agar segera menyudahi permusuhan mereka terhadap HA, dengan ancaman surat gadai hutang mereka akan ditolak. Ancaman tersebut malah membuat para pedagang Cina menjadi lebih kukuh pada pendirian mereka. HA minta bantuan pemerintah kolonial melalui Asistant Resident Surabaya yang segera memanggil pemboikot untuk mau berdamai dan menanyakan penyebab perselisihan tersebut tapi tetap ditanggapi dingin para pedagang.

Kehabisan akal, Handelverening Amsterdam memakai jasa pengacara menuntut kepengadilan, tapi tetap dapat dipatahkan. Jalan terakhir, HA mengajak serikat dagang etnis Cina untuk berdamai dengan mengimingi uang ganti rugi sebanyak f 25.000,00 untuk mendirikan sekolah. Permintaan tersebut tetap mendapatkan jawaban tidak dari pedagang yg telah mendapatkan kemenangan mutlak. Seperti kata pepatah : Rukun itu pohon kesentosaan.

Di Batavia berdiri satu dua perusahaan yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu, yang dipelopori beberapa orang Cina yang sudah mulai menggunakan bahasa Melayu. Para pembaca tentu tahu namanya.2)

Kemenangan itu menjadi sumber inspirasi berharga di berbagai tempat. Orang Cina melakukan aksi perlawanan serupa terhadap Kapten Arab di Betawi bernama Syekh Umar bin Yusuf Manggus. Kapten Arab itu sangat termashyur namanya di Batavia sebagai rajanya para juru lelang. Setiap lelang rumah atau tanah, yang ditangani olehnya selalu berbuah kemenangan, sampai ada orang yang berusaha menyogok dia agar tidak datang ketempat lelang. Suatu waktu Kapten Manggus hendak pergi ke Bogor, di stasiun Gambir ia bertemu dengan seorang Cina yang bertanya “ Tuan hendak mudik ? ”,,,, “ ya ” balas Manggus.

Waktu itu sedang diadakan lelang di Mester3), lantas si penanya menduga Manggus hendak pergi kesana. Orang Cina itu mengatakan agar Kapten Arab itu segera mengurungkan niatnya ketempat lelang dengan menyogok f 200,00. Setelah uang diterima, dia menunjukkan tiket perjalanan ke Bogor. Pedagang Cina itu meresa kecele karena tertipu tapi akhirnya ikhlas karena lelang di Mester bakal menang karena Manggus tidak ikut.

Orang-orang Cina mendirikan perusahaan yang menandingi Manggus, tetapi harus punya modal finansial besar agar tidak rugi tergoda oleh Manggus. Inilah pelajaran berharga dari kasus Surabaya.

Para pembaca pribumi patut memperhatikan, rukun itu pohon kesentosaan. Jika kita anak negeri dapat bersatu seperti etnis Cina maka kita akan mengalami kemajuan yang berarti. Keuntungan yang jauh lebih besar dari etnis Cina bisa didapatkan jika dapat mengambil hikmah dari kerukunan. Bukankan anak negeri punya hak yang sama dengan bangsa asing ? Etnis Cina yang tidak punya hak keleluasaan untuk bergerak dan tinggal, begitu maju karena bersatu !

Tiong Hoa Kwan jangan dikira kecil hasilnya, jangan pula dianggap semuanya dari kalangan berduit. Diantara mereka juga banyak datang dari golongan tidak mampu, tapi begitu royalnya mengeluarkan uang demi kepentingan mereka.

Andai tabiat bangsa kita seperti itu, sehingga bukan hanya ratap dan tangis yang dapat dilakukan kepada negeri, kita harus bermurah hati. Lihatlah berapa sekolahan yang dibiayai pemerintah kolonial, mereka memang bermaksud membatasi memajuan anak negeri.

Negeri melindungi kita sejak dari jaman Brawijaya, jangan hanya berpangku tangan saja. Harus menunjukkan bahwa kita setia dan tahu berterimakasih, seperti memelihara dan menjaga kerukunan satu sama lain. Hal ini membantu keinginan untuk keluar dari kemiskinan dan kemelaratan.4)

Kita priyayi yang menyatakan setia pada negeri, harus mempelopori kerukunan dengan keringat sendiri. Semua priyayi yang besar maupun kecil agar berikrar bersatu dan rukun. Mengerahkan segala kemampuan, pikiran dan energi seperti telaah terhadap segala narasumber baik dari buku atau koran sehingga mengerti pokok permasalahannya5) serta diiringi niat tulus untuk menolong bangsanya.

Para bupati diberbagai daerah telah mencoba mengadakan aksi menghimpun kekuatan dengan berbagai tujuan, tetapi semua seperti angin karena kurang bergaung dan setempat. Sebaiknya perhimpunan-perhimpunan itu bertemu bertukar pikiran6), sehingga faedahnya dapat kita rasakan demikian gaungnya. Sebaiknya punya taman7) dan bermusyawarah mencapai mufakat demi tujuan mulia itu.