Malam itu, dipaviliun temanku, Keramat Jati. Aku di Jakarta untuk proyek sipil sendiri. Aku sewa pavilliun itu, walau tuan rumah menolak dibayar. Teman dan bisnis adalah hal yang berbeda. Semua kuli2ku telah buka baju atasan, badannya bertattoo. Rekan2ku kaget, tattoo mereka memang buatan seniman namun tanpa kisah walau artistik. Semua orang yang didalam paviliun itu bertattoo. Sementara para kuli-ku lulusan rumah prodeo, dari psl 246, 254, 312, 351 dan 378 KUHP. Anak kuliahan ga bisa ngomong. Sementara kuli2ku dilengan, dada dan punggungnya tertulis nama wanita yang mungkin pacar, kecengan, atau ibunya malah istri lurah; atau tergambar hati ditembus panah. Pokoke gagahlah! Mereka mintaku agar buka juga, aku jawab,“ Ga punya tattoo. Lahir tanpa tattoo, kenapa mati membawa tattoo?”. Mereka terbahak ngeledek. Aku diam nyengir. Dengan wibawa tersisa, aku memaksa mereka mandi. Dibawah ancaman gaji dipotong segera mereka ngacrit. Setelah mandi, mereka berkumpul, dan tetap pamer badan, Ha…ha…ha. Ledekan itu masih terdengar walau aku di kamar mandi.
Aku lupa bawa kutang pengganti jadi hanya pakai celana pendek aja kembali dari WC. Sementara handukku kecil. Sebelumnya aku nginap di abangku. Wah semakin berisik! Mereka bilang badanku putih mulus cing! Tapi, ketika tirai pembatas ruang itu kubuka, mereka terdiam. Kaget dengan bekas2 luka ditubuhku. Mereka bertanya tentang luka2 itu. Aku bilang kalau luka2 itu dari eks sangkur, sepatu tentara, srempetan peluru. Sesegera mungkin semuanya memakaikan kembali kaos singlet masing2. DIATAS MAHAMERU MASIH ADA AWAN, SELANJUTNYA ATMOSFER, BARU BULAN Dst.
No comments:
Post a Comment