Friday, July 6, 2007

ABDI DALEM KERATON OTODIDAK


Suatu ketika, aku melakukan perjalanan mencari inspirasi. Segalanya sesuatu butuh inspirasi buatku, teman bilang sebenarnya tinggal refresh saja tapi aku tidak setuju. 2-3 kisah tidak cukup untuk mendukung lahirnya suatu inspirasi baru, itu menurutku. Perjalanan seperti ini sudah aku lakukan sejak SMA. Semakin gila ketika kuliah. Tertunda ketika aku masih demonstran. Keluargaku bilang, aku selalu menjalankan suatu peran untuk suatu masa, ketika itu menjadi demonstran. Aku baru lulus dari SMA terfavorit di Bandung tahun 1996. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jawa, aku bisa memasuki SMA terbaik dimanapun tapi entah kenapa aku memilih sebuah bangunan sekolah tua warisan kolonial yang berwarna-warni, ternyata yang ceria penuh jebakan Spiderman.

Peristiwa penyerangan kantor PDI Megawati Soekarnoputri di Diponegoro, Jakarta Pusat adalah titik eksreem akumulatif yang menginginkan perubahan di Negara ini dan sejak itu my life will never be the same again! 27-July-1996 adalah titik nol era Reformasi yang sekarang setelah berkali-kali mengalami perpindahan tongkat estafet, semakin nggak jelas karena pengaburan artinya. Mulai dari situlah jiwa petualangku semakin mekar, ketika itu aku dikejar-kejar aparat keamanan yang represif.

Jujur, perjalanan terpaksaku lakukan karena situasi yang memaksa. Ketika itu, karena apa yang kuyakini, untuk seorang yang masih bau kencur, terpaksa melakukan perjalanan Higway to the Heaven-nya Michael London, sudah almarhum. Sepupu cewek yang tertua dikeluargaku mengatakan ketika itu aku mirip dgn film serial The Fugitive, tentunya nyindir. Mereka selalu menganggap itu buang-buang waktu.

Perjalananku lakukan kebanyakan menggunakan truk sayur antar pasar disepanjang kota-kota di Jawa. Sempat di Jogja tapi nggak lama karena SBY masih komandan Kodim demisioner. Dizaman SBY, banyak aktivis hilang, sampai sekarang tidak muncul-muncul lagi. Diantara mereka banyak yang aku kenal, karena sering ke rumah kami, mereka itu teman kakakku. SBY adalah salah satu nama militer yang aku black list sampai sekarang. Rute yang aku tempuh adalah Semarang, Kediri, Surabaya, Banyuwangi, Bali, Lombok, Ende, Dilli sampai akhirnya di Merauke. Edan, benar-benar tidak habis pikir. Kaki kecilku ternyata bisa melakukannya, sampai sekarangpun aku tidak habis pikir dengan bondo nekat itu.

Kemudian aku melakukan perjalanan ke pusat Jawa lama karena butuh tambahan wejengan dari kehidupan itu sendiri. Aku menemukan tempat yang kucari untuk memuaskan dahaga atas sejarah. Aku memilih teknik karena logis, praktis dan pragmatis namun tetap belajar sejarah otodidak karena romantism, idealism dan unlimited space memory. Tempat itu adalah perpustakaan.

Aku memasuki tempat yang terawat baik tetapi sudah tua. Aku berpikir, nggak bersuara, keraton punya pelindung-pelindung hebat seperti Kanjeng Sri Ratu Nyi Roro Kidul, “ Tempat ini kuno banget, perlu direformasi”. Namun didalamnya banyak naskah syair-syair pujangga Jawa ratusan tahun yang lalu, Gending-gending, perabot kuno, perkamen sejarah-sejarah kuno Jawa dan tentu librarian sepuh dengan fashion yang sulit diketemukan di Bandung.

Ketika itu yang menjaga seorang sepuh bergelar Kanjeng Raden Tumenggung. Namanya harus dirahasiakan karena belum ada ijin dari beliau…ha ha ha! Gelar KRT adalah prestige dan privilege. Aku kaget, karena pengunjung yang terbanyak adalah orang asing yang sedang membuat desertasi untuk meraih gelar doktor. Jangan sebut anak muda, nggak ada itu, sampai-sampai si mbah menertawaiku, katanya,” Nggak gaul, romantis, modis (seharusnya beliau berkaca dululah) dan ledekan-ledekan lainnya”. Terserahlah beliau mau bilang apa, ketika itu kalau nggak salah dekat Valentine’s day.

Para intelektual kandidat doktor ini dari: Belanda, Inggris, Jepang, USA, Prancis dll. Mereka datang dari bebagai kampus beken seperti: Yale, Princeton, Harvard, Cambridge, Oxford, Kyoto University dll. Mereka melakukan debat panjang tentang topik yang ada di naskah-naskah tua itu. Bahasa yang dipakai naskah-naskah adalah Sansekerta dengan tulisan Pallawa dan Jawa Halus dengan tulisan Kawi. Jawa sejarah besarnya dalam tulisan-tulisan tidak jauh dari cinta, intrik dan politik. Mulai dari kisah-kisah:

  • Ramayana dgn aktor-aktor: Rama, Shinta, Dasamuka dan Hanoman.

  • Srikandi dengan Arjuna (Lebih dahulu dari kisah Earl Robin “Hood” Lesley).

  • Poliandri Pandawa 5.

  • Affair Ken Arok dan Ken Dedes istri sah Akuwu Tumapel Tunggul Ametung (kandidat doktor Inggris berkata cinta segitiga Gunievere (?), mythe Arthur dan Lancelot ternyata telah didahului).

  • Wonder woman Ratu Shima.

  • Dendam Ratu Kalinyamat terhadap Aryo Penangsang dengan legenda Tapa bugil.

  • Petilasan gunung Kemusuk, pangeran Samudra dan putri Ontorwulan.

  • Poligami Raden Wijaya terhadap putri-putri Prabu Kertanegara seperti Gayatri yang terkenal dengan gelar Rajapatni Prameswari.

  • Airlangga yang menikahi semua putri Raja Dharmawangsa Teguh.

  • Joko Tarub.

  • Legenda Nyi Roro Kidul.

  • Joko Bandung dengan Roro Jongrang (Siluman Ular Putih dimentahkan dongeng Candi Prambanan).

  • Simbol seks kuno Roro Mendut (Tahu dong Goddes Aprodite?)

  • Serat Centhini (mirip Kamasutra).

  • Incest Dayang Sumbi dengan Sangkuriang (french berkata Sangkuriang mendahului Oedipus).

  • Misteri bagian Borobudur yang tertanam dan konon menggambarkan kamasutra.

  • Pramodhiawardani dengan Rakai Pikatan.

  • Kisah Dara Petak dll.

Ternyata infotainment dan gossip telah ada sejak jaman baheula. Aku nggak bisa ikut meramaikan perdebatan karena kurangnya penguasaan bahan dan minder dengan status pendidikan (dasar mental Melayu!), yang bisa kulakukan hanya sebagai pendengar yang baik. Sedikit bahasa Inggris bisa membantuku mengikuti perdebatan hebat itu juga kedekatanku dengan si mbah. Mereka telah riset, membaca dari berbagai beberapa sumber untuk waktu yang tidak pendek dan mengunjungi berbagai tempat sampai ketahap untuk siap diperdebatkan, sebagai pre-test sidang sebenarnya.

Nah untungnya, intisari-intisari itulah yang mereka adu, dan aku dengan tenangnya sambil menikmati kopi hasil racikan mereka, mendengar dan menyimak. Justru karena debat-debat itulah aku mendapatkan apa yang menjadi tujuan awal perjalananku. Nrimo semua intisari-intisari itu dan sanggahannya kemudian mengambil sendiri kesimpulannya, tentunya setelah “diselesaikan” si mbah. Semua orang-orang itu diam jika si mbah memberikan finishing-nya. Si mbah menguasai bahasa Belanda, Inggris dan Prancis. Hebat orang tua peninggalan era Sultan Hamengku Buwono VIII ini. Entah kenapa mereka sangat kagum sekali dengan si mbah ini. Hebat si mbah ini, aku salut sama sepuh ini, juga seorang otodidak yang mumpuni. Percayalah! Si mbah selalu mengeluarkan pidato penutup.

Ternyata, aku adalah peserta pro bono termuda satu-satunya yang mewakili bangsa Indonesia, he he he! Once more, my life will never be the same again! Saat itu mungkin aku menerima dianggap anak bawang tetapi kelak, nggak akan ada orang asing yang mengetahui sejarah negeriku lebih dari aku sendiri. Aku dapat banyak sekali mungkin lebih dari yang terbodoh diantara mereka. Intisari-intisari itu memenuhi memory hard disk disalah satu partisi diotakku.

Lucunya orang-orang asing itu, yang punya seabreg gelar jika namanya disebutkan diundangan pernikahan, seperti murid taman kanak-kanak didepan beliau. Mereka bertanya banyak sekali sampai letak huruf dan tanda bacapun ditanyakan (KAMPUNGAN) tetapi itulah sifat mereka, selalu penuh kehati-hatian, step by step, sistematis dan skematis (sesuatu yang kemudian aku adopsi juga).

Si mbah sering juga memberikan tugas-tugas tambahan kepada mereka dan mereka dengan patuh sekali menaatinya dan tulus. Salah satunya dari ideku sendiri yaitu membuat kopi. “ Kapan lagi bisa merasakan kopi (walau aneh karena tidak Java Taste, nggak manis) dari orang-orang yang mungkin seseorang ditempat asalnya?” demikian alasanku sama si mbah. Si mbah hanya ketawa dengan gigi yang bisa dihitung anak TK, gilanya lagi berwarna hitam legit…ihhhhhhhh!

Si mbah bilang orang-orang Eropa rakus dan nggak ada puas-puasnya, terlihat dari cara mereka makan. Memang hitungannya makanannya dalam 1 porsi nggak banyak, tapi masih ada porsi-porsi lain sampai kehidangan penutup. Terus, mereka ada istilah makanan ringan pada jeda antara sarapan ke lunch juga ke dinner. Jeda ini dinamakan coffee break, tea time atau supper. Bisa saja si mbah ini! Orang Indonesia memang makan 1 porsi dan itu adalah bakul… ha…ha…ha! Lagi-lagi si mbah ketawa dengan gigi yang pasti akan dijadikan riset serius para dokter gigi. Ketika itu, aku juga bisa membuat dia terpingkal-pingkal, nah kena loh!

Belakangan aku mengetahui kenapa mereka sangat hormat sekali dengan si mbah. Suatu ketika, para bule itu telah pulang ke penginapan masing-masing, yang tersisa di perpustakaan adalah aku dengan si mbah. Si mbah yang penggemar kopi edan minta aku agar pulang lebih lama sedikit karena beliau mau ngopi. Untuk orang yang telah berusia 70 tahun-an, dia seorang perokok berat juga maniak kopi tapi aku nggak melihat adanya indikasi negatif dari teori ahli kesehatan sekarang. Aku sebenarnya nggak masalah karena menginap di losmen tua yang masih kejangkau kantungku, yang seorang mahasiswa kere.

Nah, ketika beli kopilah terbuka “rahasia” besar itu. Kami terpaksa gotong-royong mengumpulkan duit untuk beli kopi, maklumlah tidak disediakan keraton. Ketika si mbah mengeluarkan duit, beliau ini mengeluarkan kantung kain lusuh yang hanya pernah kulihat dipergunakan ibu-ibu penjual bawang, disimpan dibelahan payudaranya. Kantung berat itu ternyata isinya recehan kabeh. Ya Tuhan, aku terkejut dan takjub tak percaya. Sampai aku menawarkan agar aku saja yang membelinya dengan duitku sendiri, tapi beliau menolak. Beliau bilang,” Dimas, aku masih sanggup membeli kopi untuk kita walau hanya segelas berdua. Anggap saja aku yang lebih tua yang harus menjamu”. Tuhan, ketika itu aku terharu dan nggak bisa ngomong. Kadang aku berpikir, JANGAN-JANGAN kantung kain lusuh itu seperti kantungnya Doraemon atau milik Pak Janggut, dasar otak yang ketika kecil kebanyakkan makan komik!

Setelah polemik tentang siapa yang harus membayar lebih banyak untuk membeli kopi sebungkus usai, beliau bercerita banyak sekali dan itu semua masih ter rekam. Beliau bercerita tentang keluarganya, para sultan dan tentunya istrinya yang cantik dan setia mampus. Aku pernah 3 kali bertemu dengan satu-satunya wanita yang mau menikahi si mbah. Kesan yang aku lihat dari wanita itu adalah kharisma, kelembutan wanita Jawa tulen, ramah (karena dipanggil dimas, aku masih layak menjadi cucu mereka) dan baik buanget juga sisa-sisa yang masih ada kecantikan wanita Jawa. Jadi pengen wanita Jawa nih! Ho…ho…ho! Padahal kemarennya aku bermimpi lari-lari di sekitar pohon seperti film India dgn cewek China, nah Loh???!!!

Suatu kali, aku nyeletuk dengan mengatakan betapa enaknya hidup si mbah. Pasti dengan gelar KRT, seorang bangsawan tinggi memiliki tanah luas dan harta berlimpah. Si mbah putri tertawa lepas dan renyah (mulutnya ditutup, suatu kesopanan yang jarang dilihat sekarang) sementara si mbah dengan cueknya mengurusi ayam katenya. Akhirnya si mbah bertanya balik perkiraanku tentang gaji yang dia peroleh perbulan. Ya Tuhan, mataku seperti disingkap terbuka dengan kilat, jantungku berdenyut cepat sekali, hampir saja aku menabrak gelas minuman di meja di rumah si Mbah. Beliau mengatakan setelah aku menyerah karena selalu salah tebakanku. Aku menebak mulai dari 20 juta sampai 10 juta, jika melihat statusnya di masyarakat. Sekali lagi aku kaget, ternyata beliau dibayar Rp.175,000,00/bulan ditambah sejumlah fasilitas dan tunjangan beras dsb. Aku ga percaya!

Jika dikategorikan dalam Cash Flow Quadrant-nya Robert Kiyosaki, si mbah adalah Employee, suatu posisi terrendah dalam chart. Posisi yang dihindari pelaku multi level marketing tapi sadar nggak sadar mereka masih berkutat disitu atau paling jauh jadi Self Employee. Posisi yang nggak bisa meraih apa yang disebut orang kebanyakan, Freedom Financial. Apalagi untuk si mbah, potong leher, kalau ada yang bisa mewujudkannya. Nggak mungkin juga pindah quadrant. Sementara ditempat lain, bisa-bisa terjadi demo besar-besaran dengan liputan koran bertubi, unjuk rasa menggunakan kendaraan yang memacetkan jalanan, sabotase dsb. Sementara disini, si mbah dengan santainya mengurusi ayam katenya. Suatu anti teory dan anti climax yang mengubah cara pandangku yang sedang mencari.

Ketika aku tanya bagaimana beliau menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi, si mbah putri dengan santai mengatakan begini, “Keraton membantu dan untuk yang baik pasti ada jalannya dari Gusti Pangeran, walau akal sehat mengatakan itu nggak mungkin”. Terus aku dengan rasa penasaran bertanya lagi, sampai pada pertanyaan begini, “Kok si mbah putri mau menikah sama orang kere yang hanya mengandalkan pengabdian?”. Si mbah terkekeh (ini sebuah pelecehkan), si mbah putri menjawab enteng, “Habis sudah cinta sih, yang lain aku nggak perlu”. Wanita yang sangat langka dan hebat sekali juga nekat. Aku bilang ke si mbah kakung, “Beruntungnya Mbah, andaikan kita sezaman, aku akan menggunakan segala cara untuk merebutnya”. Lagi keluar senjata pamungkas tombak Kyai Plered, ketawa pelecehan kepadaku. Aku tahu, si Mbah putri itu adalah salah satu takdir si Mbah laki. Ternyata nggak perlu menjadi seorang Malahayati untuk kagum dan takjub. “Bayangkan! Si mbah laki mah nggak gantenglah, nggak juga gagah perkasa. Benar-benar skillfull”.

Terus aku mengatakan apakah mereka memiliki investasi (Investor), dijawab investasi telah dibuat di Surga. Gila…gila…edan…edan! Apakah mereka telah memiliki (ownership) atas beberapa properti dan tanah, si mbah laki menjawab, kalau mereka adalah pemilik hidup mereka sendiri, mereka membuat keputusan-keputusan penting dalam hidup mereka sendiri. Si mbah menjawab lagi, mereka punya anak-anak dan cucu-cucu juga memiliki cinta abadi. Terus menambahkan lagi,“ Buat apa yang lain?”.

Gggggggggggggggiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiilllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…eeeeeeeeeeeeeeeeedddddddddduuuuuuuuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn! Hampir tepar aku ketika mendengar jawaban nyeleneh itu. Inggih sumonggo karso, Mbah! Impossible, ga masuk akal, pusing ahhh!

Sampai sekarang aku masih mengingat semua peristiwa itu dengan sangat baik sekali. Robert Kiyosaki, keturunan Jepang yang lahir di Hawai pasti diam jika mendengar omongan itu. Bukunya telah dijadikan kitab suci para pelaku MLM, tapi saat itu dibantah kisah yang benar-benar ada. Ternyata nggak perlu jauh untuk belajar, disekitarku banyak kok! Kemudian hari aku melakukan riset sendiri, dan ternyata semua keraton-keraton memiliki cerita yang sama.

Aku menyimpulkan sendiri, ada 3 cara untuk menjadi kaya atau freedom financial atau apalah yang orang-orang bilang, antara lain:

  1. Married with the rich = menikahi yang telah kaya (sedikit skill dan hoki).

  2. Work to be rich = bekerja untuk kaya (skillfull) dan

  3. Borned birth rich = lahir sudah memang kaya (keistimewaan).

Nah untuk yang satu ini, aku menyarankan agar memasukkan kita kedalam kategorinya masing-masing dengan jujur. Nah, yang bukan terlahir kaya masih ada tersisa 2 cara yaitu: mencari pria/wanita yang memang sudah dari sononya kaya (istilah sekarang mah matre lah) atau bekerjalah (pakai peribahasa ini, berakit-rakit ke hulu, berenang kemudian, bersakit-sakit dahulu, senangnya entah kapan….ha ha ha). Simpelkan? Si mbah saja bersama prameswarinya yang wanita hebat dikelasnya itu sampai tertawa ngakak!

Sementara banyak orang menempatkan kekayaan dan cinta adalah takdir mereka, si mbah berpendapat hal itu adalah anak dari inti tujuan orang sebenarnya ada didunia ini. Menurut si mbah dan aku setuju, orang lahir kedunia agar orang itu bisa mencari takdirnya setelah itu menemukan jalan kembali kepada pencipta-Nya. Orang batak bilang ada 3 yang umumnya paling dimimpikan setiap orang “waras”: Hamoraon (kekayaan), Hagabeon (jabatan bergengsi) dan Hasangapon (Nama baik). Sampai orang Batak menciptakan lagu untuk ini, yang membantah 3H itu dgn guyon sederhana lewat tembang tua, “Alusi Ahu”.

Terima kasih Mbah atas wejengan yang datangnya aneh itu. Terima kasih atas kisah hebat itu, buat kalian berdua. Aku tidak pernah kembali lagi setelah itu UNTUK menemui mereka karena mereka melarang, katanya berarti aku masih belum menyimak dengan baik. Padahal aku mau sowan doang kok! Caraku berterima kasih adalah meneruskan pesan itu kepada orang lain, si Mbah bilang,“ Berikan gratis karena kamu dapatnya juga gratis dariku, terserah orang mau ambil atau tidak.” Padahal aku tidak ada hubungan darah dengan pasangan sederhana ini atau proses perkenalan lainnya, seperti kata si mbah putri itu sendiri, “ Itu semua jodoh dimas!”. Aku pernah dengar dari papa yang mengatakan kalau aku punya darah Jawa tapi itu ratusan tahun yang lalu, ketika Majapahit hendak menguasai Nusantara, dengan Raden Wijaya mengirimkan salah satu putrinya untuk dipersunting nenek moyangku. Sarah McLahan pernah mengeluarkan lagu ini, “ Feels like home to me…feels like where I belonged…”.Ya, ketika itu aku merasa diperlakukan sewajarnya, seperti anak mereka yang terkecil yang telah jauh dari mereka dan telah memiliki keluarga sendiri.


Ulan Bator, Mongolia, February 27th 2004

Bobby

No comments: